Pada tanggal 21 desember 2007, ada seorang pejuang memberi sebuah ucapan, dengan menjadi tanda Tanya, “apakah ini sebuah kesalahan? Atau apakah ini sebuah takdir Ilahi pada hambanya yang terpilih?”. Penulis ini cuba mengumpul cerita dari sahabat-sahabatnya, untuk menjadi sebuah catatan cerita keteladanan, yang patut dan pantas untuk mengambil perlajaran dan ditiru oleh siapa jua, yang selalu mejunjung kemuliaan akhlak terpuji, seorang manusia langka akan dicatat menjadi sebuah tulisan sejarah. Yang tidak pernah luntur oleh tinta di atas kertas kemuliaan yang terpuji.
Panggilan Loh Supek, itu adalah bahasa keseharian bagi sahabat-sahabat biliau, yang panggil dan bersapa dalam kehidupan, penulis ini dapat cerita dari seorang sahabat beliau, bahwa seorang bamba Allah panggilan gelar Loh Supek itu, bagaikan batu karang laut yang keras, tetapi jiwa kasih sayangnya seperti kelembutan sutra, kayakinan pada diri biliau terhadap sesuatu, ibarat bila dipatuk oleh ular cobra, maka racun dari ular cobra dapat berubah menjadi obat, nampaknya tidak masuk akal bila kita berfikir-fikir, akan tetapi itu hanya ibarat, kepada seorang panggilan gelar Loh Supek pada sikap yakinnya.
Tidak ada banyak catatan sejarah bagi pejuang bangsa melayu Patani, untuk menjadi keteladanan bagi generasi muda dan mudi, pada masa akan datang, sebuah cerita langka pejuang keberanian luhur bangsa melayu Patani hanya melalui cerita ucapan lisan belaka, bila pecerita mati dimakan tanah, maka habis lah cerita langka yang dapat menjadi keteladanan terpuji.
Penulis mendapat cerita, yaitu sahabat Loh Supek sewaktu bersamanya dalam tahanan penjara Siam, yang mana terkena ancaman dua hukuman, penjara seumur hidup dan ancaman hukuman bunuh/mati.
Sahabat Loh Supek memberi bahasa hati, bahwa sebuah kenangan terharu dan megertak jiwa, bagi siapa jua bila tahu akan sikap Loh Supek, selama berada dalam tahanan. Dengan terharu dan jiwa tersendat-sendat, sohabat Loh Supek memberi cerita, selama saya ada dalam penjara bersama loh supek, saya tidak pernah mendengar kata-kata yang keluar dari Loh Supek, dengan kata-kata yang ada rasa marah dan bahasa yang putus harapan, dia bersebar dan lebih tenang dalam ibadah, kami sembahyang berjamaah selama ada dalam penjara, dengan mengguna alat sejadah dan pakaian kami untuk menjadikan tempat kami bersujud, yang ada di waktu siang dan malam.
Ada suatu ketika kami dihadiyah, dengan kain permaindani indah dari Persia, maka kami jadikan kain permaidani indah itu sebagai tempat sembahyang, seketika kami selesai melaksanakan sembahyang, maka timbul rasa kami untuk berbaring dan istirahat sejenak, untuk melepas rasa penat dan lelah setelah habis dari ruang persidangan Hakim, akan tetapi niatan kami untuk istirahat di atas kain permaidani indah itu, dicegah dengan tegas oleh sahabat kami, dengan kata :“kita tidak pantas berbaring di atas kain permaidani indah, ini dalam penjara!, yang patut kita hidup seperti orang tahanan pada umumnya, walaupun kita sudah diberi keistimewaan yang banyak, akan tetapi tetap saja kita ini adalah tahanan, yang hidup dalam penjara, kita akan menunggu keputusan Hakim, antara hukuman penjara seumur hidup atau hukuman bunuh/mati.
Selama kami ada dalam penjara, kami tetap makan nasi merah, seperti tahanan pada umumnya, kata sahabat kenangan kami: “al-hamdulilah kita semua bolih makan nasi merah, sebab Rakyat di tanah air, makan lebih teruk dari kita lagi”.
Walaupun kami dapat hak keistimewaan, tidak makan nasi merah, dengan kami dapat pesan nasi dan makanan sedap dari luar penjara, akan tetapi kami tidak mahu diistimewakan, sebab kami hanya manusia di dalam penjara, yang pantas dan layak hidup seperti manusia di dalam penjara, dan semua sikap kami dikontrol oleh
sahabat kenanangan kami, rasa lesu dan takut hilang dari hati kami, harapan kami untuk keluar dari penjara sangat besar.
Alhamdulilah pada akhirnya, dengan pertolongan Allah SWT dan berkah do’a orang-orang mustad’afin, yang ada di segala penjuru bumi, kami dapat bernafas bebas dari penjara, walaupun hari kini kami dikejar-kejar oleh peluru-peluru tajam Serdadu Siam, dan sohabat kenangan kami, sudah pergi tanpa kembali selama-lamanya, pada tanggal 21 desember 2007, dan kami yang masih tertinggal ini, tetap pada jalan pilihan sahabat kenangan kami, Loh Supek, maju melangkah kedepan sampai ajal kami tiba.
Cerita yang penulis menulis, hanya sedikit cerita dari sahabatnya, masih ada banyak cerita yang belum dicerita, itu jua penulis yang dapat mecerita dalam bentuk tulisan ini, cerita keteladanan dari hamba Allah yang sedang berjuang untuk menegak sendi kemuliaan Agama, Bangsa dan Negara, semuga tulisan sederhana ini menjadi sebuah penawar hati, bagi orang-orang yang pilu dan untuk daya sepirit bagi siapa jua, yang suka belajar dari contoh tokoh-tokoh besar, mudahan tulisan ini menjadi bahan pelajaran, dapat mengambil hikmah dan kemanfaatannya, wallahhu ‘alam.
Oleh: Saifullah